Topeng Monyet merupakan kesenian tradisional yang sejak dahulu sangat populer di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Di Provinsi Jawa Tengah disebut Ledhek Kethek / Munyuk , Jawa Timur, Tandhak bedhes dan Jawa Barat, Doger Monyet. Sedangkan di DKI, sebagaimana masyarakat Indonesia secara umum mengistilahkannya, dikenal sebagai Topeng Monyet.
Dinamakan demikian karena biasanya si monyet memakai topeng sewaktu memainkan peran yang diperintahkan oleh sang pawang atau tuannya. Dengan diiringi alat musik tradisional seperti gamelan serta gendang, sang monyet pun beraksi menirukan aktivitas manusia seperti berbelanja ke pasar, mengendarai sepeda, berperang, balapan, dan berbagai aktivitas lainnya. Lazimnya pertunjukkan ini dimainkan di tempat keramaian seperti pasar, alun-alun kota, stasiun, terminal, jalan raya, perumahan padat penduduk, dsb. Pelaku pertunjukkan Topeng Monyet bisa perorangan ataupun kelompok.
Awalnya tak jarang hewan lain seperti kambing, ular,dan anjing juga dilibatkan dalam melengkapi atraksi ini. Namun karena terkendala biaya perawatan yang semakin lama semakin mahal, akhirnya tinggallah sang monyet tampil sendirian bersolo karir layaknya "One Monkey Show". 🐒
Pertunjukan sejenis ini, selain di Indonesia juga dapat dijumpai di India, Pakistan, Thailand, Vietnam, Cina, Jepang, dan Korea. Di Jepang topeng monyet sudah dikenal sejak abad ke-12 pada zaman Kamakura. Zaman Kamakura ialah zaman dimana mulai adanya sistem pemerintahan feodal di Jepang. Topeng monyet di Jepang berfungsi sebagai seni syukuran atau seni sumbayan ketika tahun baru.
Darimana asal mulanya Topeng Monyet di Indonesia masih belum bisa dipastikan secara tidak adanya literatur resmi yang menjelaskannya, tapi diduga dari India. Dalam foto yang dipublikasikan Circa sekitar tahun 1900, tampak seorang India sedang memainkan atraksi Topeng Monyet dihadapan sejumlah anak pribumi di Batavia (Jakarta Tempo dulu) sambil membawa 2 ekor monyet dan 1 ekor kambing. Seperti diketahui, pertunjukkan monyet dengan kambing sudah ada di India sekitar tahun1880-an, bahkan mungkin jauh sebelumnya.
Menurut Matthew Isaac Cohen, seorang professor budaya teater Indonesia dari Royal Holloway University of London, Dalam bukunya berjudul Komedie Stamboel: Popular Theater in Colonial Indonesia, 1891–1903, atraksi monyet dan anjing terkait dengan perkembangan seni pertunjukan komersial di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19.
Selain pertunjukan komersial berskala besar seperti sirkus, kelompok akrobatik Jepang, operet, dan burlesque, ada juga hiburan berskala kecil: panggung pesulap Eropa, India dan Cina; balloonists, pertunjukan anjing dan monyet, serta seniman boneka.
Pertunjukan topeng monyet banyak disukai oleh anak-anak, baik Pribumi maupun Belanda dan Eropa.. Hal ini bisa dilihat dari rangkaian foto-foto dokumentasi koleksi Tropenmuseum Amsterdam, Belanda, hasil karya Charles Breijer, anggota de Ondergedoken Camera (persatuan juru foto Amsterdam) yang bekerja sebagai juru kamera di Indonesia dari 1947 sampai 1953 dan kerap membuat foto seputar kehidupan sehari-hari. Breijer meninggal dunia pada 18 Agustus 2011 dalam usia 96 tahun.
Diperkirakan Foto-foto Topeng Monyet tersebut dibuat sekitar tahun 1947 – 1949 dimana atraksi dilakukan di halaman rumah Charles Breijer untuk menghibur anak perempuannya, Tineke dan Carla Breijer, beserta teman-teman pribuminya. Sedangkan yang menjadi dalangnya adalah penduduk lokal.
Pada era 1970 hingga 80-an, acara yang biasanya diadakan dari kampung ke kampung ini sempat populer dimana atraksinya dapat dimainkan berkali-kali dalam sehari. Banyak anak yang menginginkan pertunjukan Topeng Monyet untuk mengisi acara ulang tahun mereka. Setelah itu, pertunjukkan ini pun mulai mengalami pasang-surut.
Seiring kemajuan teknologi khususnya di dunia hiburan ditambah maraknya kontroversi mengenai keadaan budaya ini karena dianggap menyiksa dan menyalahgunakan binatang, menyebabkan Topeng Monyet mulai tergerus zaman.
Komunitas anak-anak di era digital sekarang ini lebih menggemari permainan seperti Play Station atau pun aneka permainan yang ada di Time Zone, ketimbang menonton Topeng Monyet. Belum lagi semakin tingginya kesadaran pemerintah dan juga masyarakat terhadap isu kesejahteraan hewan, membuat keberadaan Topeng Monyet sulit untuk bertahan. Bisa jadi kedepannya atraksi ini tinggallah kenangan belaka.
.
.
(Diolah dari berbagai sumber)
Tonton video Doger Monyet berikut, moga terhibur dengan aksi topeng monyet keren ini ya!!
Gambar Topeng Monyet |
Dinamakan demikian karena biasanya si monyet memakai topeng sewaktu memainkan peran yang diperintahkan oleh sang pawang atau tuannya. Dengan diiringi alat musik tradisional seperti gamelan serta gendang, sang monyet pun beraksi menirukan aktivitas manusia seperti berbelanja ke pasar, mengendarai sepeda, berperang, balapan, dan berbagai aktivitas lainnya. Lazimnya pertunjukkan ini dimainkan di tempat keramaian seperti pasar, alun-alun kota, stasiun, terminal, jalan raya, perumahan padat penduduk, dsb. Pelaku pertunjukkan Topeng Monyet bisa perorangan ataupun kelompok.
Awalnya tak jarang hewan lain seperti kambing, ular,dan anjing juga dilibatkan dalam melengkapi atraksi ini. Namun karena terkendala biaya perawatan yang semakin lama semakin mahal, akhirnya tinggallah sang monyet tampil sendirian bersolo karir layaknya "One Monkey Show". 🐒
Pertunjukan sejenis ini, selain di Indonesia juga dapat dijumpai di India, Pakistan, Thailand, Vietnam, Cina, Jepang, dan Korea. Di Jepang topeng monyet sudah dikenal sejak abad ke-12 pada zaman Kamakura. Zaman Kamakura ialah zaman dimana mulai adanya sistem pemerintahan feodal di Jepang. Topeng monyet di Jepang berfungsi sebagai seni syukuran atau seni sumbayan ketika tahun baru.
Atraksi topeng monyet naik motor |
Darimana asal mulanya Topeng Monyet di Indonesia masih belum bisa dipastikan secara tidak adanya literatur resmi yang menjelaskannya, tapi diduga dari India. Dalam foto yang dipublikasikan Circa sekitar tahun 1900, tampak seorang India sedang memainkan atraksi Topeng Monyet dihadapan sejumlah anak pribumi di Batavia (Jakarta Tempo dulu) sambil membawa 2 ekor monyet dan 1 ekor kambing. Seperti diketahui, pertunjukkan monyet dengan kambing sudah ada di India sekitar tahun1880-an, bahkan mungkin jauh sebelumnya.
Menurut Matthew Isaac Cohen, seorang professor budaya teater Indonesia dari Royal Holloway University of London, Dalam bukunya berjudul Komedie Stamboel: Popular Theater in Colonial Indonesia, 1891–1903, atraksi monyet dan anjing terkait dengan perkembangan seni pertunjukan komersial di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19.
Atraksi topeng monyet sholat |
Selain pertunjukan komersial berskala besar seperti sirkus, kelompok akrobatik Jepang, operet, dan burlesque, ada juga hiburan berskala kecil: panggung pesulap Eropa, India dan Cina; balloonists, pertunjukan anjing dan monyet, serta seniman boneka.
Pertunjukan topeng monyet banyak disukai oleh anak-anak, baik Pribumi maupun Belanda dan Eropa.. Hal ini bisa dilihat dari rangkaian foto-foto dokumentasi koleksi Tropenmuseum Amsterdam, Belanda, hasil karya Charles Breijer, anggota de Ondergedoken Camera (persatuan juru foto Amsterdam) yang bekerja sebagai juru kamera di Indonesia dari 1947 sampai 1953 dan kerap membuat foto seputar kehidupan sehari-hari. Breijer meninggal dunia pada 18 Agustus 2011 dalam usia 96 tahun.
Diperkirakan Foto-foto Topeng Monyet tersebut dibuat sekitar tahun 1947 – 1949 dimana atraksi dilakukan di halaman rumah Charles Breijer untuk menghibur anak perempuannya, Tineke dan Carla Breijer, beserta teman-teman pribuminya. Sedangkan yang menjadi dalangnya adalah penduduk lokal.
Pada era 1970 hingga 80-an, acara yang biasanya diadakan dari kampung ke kampung ini sempat populer dimana atraksinya dapat dimainkan berkali-kali dalam sehari. Banyak anak yang menginginkan pertunjukan Topeng Monyet untuk mengisi acara ulang tahun mereka. Setelah itu, pertunjukkan ini pun mulai mengalami pasang-surut.
Seiring kemajuan teknologi khususnya di dunia hiburan ditambah maraknya kontroversi mengenai keadaan budaya ini karena dianggap menyiksa dan menyalahgunakan binatang, menyebabkan Topeng Monyet mulai tergerus zaman.
Komunitas anak-anak di era digital sekarang ini lebih menggemari permainan seperti Play Station atau pun aneka permainan yang ada di Time Zone, ketimbang menonton Topeng Monyet. Belum lagi semakin tingginya kesadaran pemerintah dan juga masyarakat terhadap isu kesejahteraan hewan, membuat keberadaan Topeng Monyet sulit untuk bertahan. Bisa jadi kedepannya atraksi ini tinggallah kenangan belaka.
.
.
(Diolah dari berbagai sumber)
Tonton video Doger Monyet berikut, moga terhibur dengan aksi topeng monyet keren ini ya!!